Thursday, February 28, 2008

What Tarot Card Are You


You are The Moon


Hope, expectation, Bright promises.


The Moon is a card of magic and mystery - when prominent you know that nothing is as it seems, particularly when it concerns relationships. All logic is thrown out the window.


The Moon is all about visions and illusions, madness, genius and poetry. This is a card that has to do with sleep, and so with both dreams and nightmares. It is a scary card in that it warns that there might be hidden enemies, tricks and falsehoods. But it should also be remembered that this is a card of great creativity, of powerful magic, primal feelings and intuition. You may be going through a time of emotional and mental trial; if you have any past mental problems, you must be vigilant in taking your medication but avoid drugs or alcohol, as abuse of either will cause them irreparable damage. This time however, can also result in great creativity, psychic powers, visions and insight. You can and should trust your intuition.


What Tarot Card are You?
Take the Test to Find Out.

Wednesday, February 20, 2008

EMIL

Dalam pesawat menuju ke Balikpapan gw dduk di samping Ibu-ibu cantik yang dari tampang, dandanan dan tentengannya kelihatan seperti wanita pebisnis yang mapan gitu deh.
Waktu gw lasi asik baca disambi nglamun ktiduran, ibu itu ngajak gw ngobrol.
Yang kia obrolin ya standar lah, tentang mau kemana, urusan apa dll.
Ibu itu mau ke Balikpapan untuk urusan bisnis seperti dugaan gw dan dia nanya kita mau ngapain.
Gw pun cerita bahwa kita mau ngadain event roadshow Honda Fiesta.
Terus ibu itu tanya lagi gw kerja dimana dan perusahaannya bergerak dibidang apa.
Gw pun cerita lagi bahwa kita bergerak di creative industry dengan berbagai divisi, di antaranya EO ini.
Ternyata ibu itu masih tanya lagi produk apa aja yang kita pegang, dan gw pun menyebutkan beberapa klien kita yang lumayan gede.
Lalu ibu masih tanya lagi, kalau EMIL dipegang sama kita nggak ya????
Gw agak bingung nih, maksudnya EMIL tuh siapa?
Gw sampe harus beberapa kali mengkonfirmasi sampai akhirnya ibu itu menjelaskan..
“itu lo, EMIL merk rokok itu…”
“Oooooooohhhhh….. Ei Maild, “ sambung gw spontan nyebutin merek rokok A-Mild sambil ngangguk-ngangguk paham.

JELAJAH LIDAH BORNEO

Salah satu yang gw tungu-tunggu dari perjalanan gw kali ini adalah kepengen bisa nyobain makanan-makanan baru yang khas Kalimantan dan nggak ada di Jawa, karena wisata tanpa wisata kuliner kayaknya kurang asik.

Magele
Makanan baru pertama yang gw coba gw temuin di mal yang ada di Balikpapan. Waktu itu kita lagi beli cemilan buat perjalanan Balikpapan-Samarinda.
Di outlet yang jual aneka makanan kecil, kita nemuin jajanan-jajanan standar kayak siomay, risoles, lemper dan lain-lain. Tapi ada satu makanan yang menarik perhatian gw. Tanya-punya tanya, makanan itu namanya MAGELE (kalo gak sala inget).
Bentuk dan ukurannya persis combro, bulet agak lonjong dan digoreng sampekecoklatan, tapi warnanya lebih tua. Nah Magele ini dibuat dari kacang hijau yang direbus, terus dihaluskan sama kulit-kulitnya. Kalau kacang hijau umumnya dimasak untuk makanan manis, disini justru kacang hijau itu dibikin gurih. Dari aromanya, bawang putih yang paling dominan dideteksi, terus ditambah lagi sama cabe ulek yang lumayan bikin megap-megap. Nggak masalah sih, karena semua jenis legumes atau kacang-kacangan itu kan rasanya netral, bisa dibuat savoury (gurih) atau manis. Sepeti kacang merah yang bisa dibikin brenebon atau es kacang merah yang dua-duanya sama enaknya. Malah dari sini gw dapet ide bikin perkedel dari bahan kacang ijo tapi yang kulitnya udah dikupas supaya ngunyahnya lebih enak dan bisa dihancurin sampe teksturnya halus seperti perkedel kentang,

Soto dan Sate Banjar
Walopun di Jakarta mungkin sudah banyak yang jual, nggak afdol rasanya nggak makan soto banjar di daerah asalnya. Begitu kita dateng memang temen kita Lidia udah bilang, gw mau makan soto banjar!
Warung soto yang kita datengin namanya Amado, letaknya di pasar entah jalan apa namanya. Di plangnya ada gambar ayam jago, tulisan Amado dan Ayam Goreng Kampung Muda. Selain soto memang disini disediain menu lain, kayak nasi goreng, sate, gado-gado, cap cay dll.
Begitu masuk, gw kaget ngeliat di gerobak abangnya ada perkedel kentang yang gede-gede banget kayak kue keranjang, ketupatnya juga ukurannya superbesar. Ternyata, semu penjual soto disana memang seolah-olah janjian bikin perkedel dan ketupat segede gaban, mungkin supaya praktis, karena toh perkedel dan lontong itu dibagi-bagiin bukan untuk satu pengunjung doang, soalnya gw kok kebayangnya kok warung soto lain, dimana perkedel itu ditaroh di meja untuk jadi side-dish atau lauk tambahan. Kalau ukurannya segede gitu, bisa-bisa kita makannya itu doang.
Ciri khasnya soto banjar adalah, telurnya yang diiris tipiiiiiiiiis sekali, sampe kuningnya hancr dan menyatu sama kuahnya sehingga kuah jadi kental dan gurih. Entah gimana caranya motong telur setipis ini, karena gw perkirakan ketebelan telor ini paling banter 2 mili dan rata. Susah kan tuh ngiris telor setipis itu, apalagi kuning telor itu selalu buyar kalo udah kena pisau. Dulu sih gw pernah liat pedagang gado-gado yang ngiris telor pake benang layangan yang dipotongin ke telor, tapi itu pun hanya dibagi 4 aja, nggak diiris tipis begitu. Kecuali kalo mereka pake alat slicer itu ya nggak tau juga.
Sate banjar di Amado, ukuran ayamnya bikin kita nangis kalau lagi makan sate ayam di Jakarta, soalnya gede-gede dan magtig banget. Udah gitu mereka bakar satenya sampai gariiiiiiiiiiing banget dan dagingnya tuh mateng ke dalem-dalemnya, nggak ada satu pun irisan daging yang masih mentah atau kurang tingkat kematangannya. Bumbu satenya juga digiling sampe halus banget dengan adukan kecap yang pas dosisnya. Pokoknya … PERFECT!

Nasi Kuning dan Nasi Pecel Khas Samarinda
Baru sehari aja di Samarinda gw langsung ngamatin kalau di Samarinda (dan Balikpapan) kayaknya lebih banyak yang jual makanan Jawa Timur daripada makanan khas Kalimantan, bahkan gw sendiri ngga dapet jawaban, makanan khas Samarinda tuh apa selain Soto Banjar dan Amplang. Sepanjang jalan banyak banget yang jual soto lamongan, rawon, ayam penyet, dan lain-lain makanan yang banyak kita temuin di Jawa.
Akhirnya, setelah gw ketemu sama sodara gw, baru deh gw dibeliin sarapan Nasi Kuning dan Nasi Pecel dengan embel-embel informasi, “Ini khas Samarinda”.
Nasi Kuning ini bentuknya ya kayak nasi kuning atau nasi langgi di Jawa. Main dishnya sendiri ya nasi kuning yang dimasaknya dicampur pakai ketan sedikit. Jadi tekstur nasi itu padat, pulen dan lembut, nggak ambyar seperti nasi yang dimasak pakai santan, karena lemak kan bikin nasi nggak lengket. Selain teksturnya yang pulen banget, nasinya juga wangiiiiiiiii banget, aroma daun salam dan kunyitnya tuh bikin nasi ini makin nikmat walaupun dimakan tanpa lauk.
Sebagai temannya nasi, disediakan macem-macem lauk yang bisa kita pilih: telur, ayam atau daging. Semuanya dimasak model bumbu bali, dengan kuah yang agak kental dan pedas berwarna coklat tua kemerahan tapi nggak sepekat rendang. Daging ayamnya empuk dan dengan gampang bisa dilepas dari tulangnya.
Nasi pecel yang gw makan nggak beda sama nasi pecel Madiun. Bumbunya, kalo kata orang jawa bilang ‘luget’ alias cukup kental baik tekstur maupun rasanya. Pedesnya diatas rata-rata, dan cukup bikin gw heran kenapa banyak orang yang takut makan buah pagi-pagi karena takut sakit perut, tapi makan nasi pecel hayo aja!

Udang Galah
“Udang galah mungkin banyak di Jakarta, tapi pasti harganya mahal sekali” – itu kata Chris saudara gw yang nemenin gw makan di Balikpapan.
Sama tante gw yang gw panggil Mami Lan memang gw diajak makan di senuah rumah makan di pinggir laut yang lagi di renovasi (gw lupa namanya, pokoknya ada pantai-pantai nya dan sekompleks sama Restoran Sederhana).
Tante gw pesen udang galah 2 yang gw kirain untuk dia sama gw, tapi ternyata dengan ugal-ugalannya harus gw abisin sendiri. Waktu gw minta dibantuin, jawaban yang gw dapet adalah orang sini udah biasa makan dan kalimat diatas itu yang gw dapet. Gw juga ngga tau sih harga udang itu sebijinya berapa, tapi mudah-mudahan nggak semahal di Jakarta karena gw kan ngga enak, ntar dikirain aji mumpung! Padahal asli, gw tuh ngga sanggup selaen karena ukurannya yang ngga kira-kira (hampir segede kepelan tangan orang dewasa) juga karena gw takut kolesterol. Tapi kan ngga sopan kalo gw nyebut-nyebut kolesterol sama orang yang niat baik, nanti takut mereka tersinggung. Akhirnya gw embat jgua tuh embat walopun gw udah enek-enek.
Rasanya…? Hmm, gw sih lebih suka udang windu atau prawn king aja yang lebih tasty dan lebih manis. Udang galah ini rasanya cenderung tawar dan plain, mungkin karena terrmasuk udang air tawar yang kandungan mineralna lebih sedikit dibanding air laut atau air payau.

Lei
Selain udang galah, this is the highlight of my culinary journey di Kalimantan.
Lei ini adalah sejenis durian. Buahnya mirip durian, hanya lebih kecil dan warnanya seluruhnya kuning agak kehitaman, nggak ada yang hijau kayak durian.
Begitu dibuka, didalamnya akan bertengger dengan manis bongkahan-bongkahan buah yang persis seperti durian, tapi warnanya oranye menyala! Tapi menurut tante gw nggak semua Lei warnanya bagus begitu karena ada juga varietas yang warnanya kuning tapi udah pasti rasanya nggak seenak yang oranye.
Waktu dimakan, Lei rasanya seperti durian hanya lebih ‘mild’ dan teksturnya lebih padat. Kalo durian lebih ‘custardy’ dan cenderung ‘messy’ kalau dimakan, Lei lebih friendly, manis, tanpa jejak alkohol sama sekali dan baunya kurang menyengat dibanding durian. Satu lagi yang gw suka dari Lei ini, nggak meninggalkan jejak bau di tangan seperti durian yang kadang nggak ilang walopun udah dicuci.
Walopun begitu, kalo mau bawa Lei sebagai oleh-oleh, tetap harus pake treatment khusus seperti tupperware, bubuk copy dan plastik cling wrap, akrena waktu kemaren gw nekat bawa Lei pake wadah plastik biasa, gw cukup tegang juga karena setengah perjalanan mulai kecium aroma kayak bau kentut dari arah tas gw! Parah banget deh!

Biskuit Gabin
Ini oleh-oleh yang sempet disebut-sebut sama tante gw, tapi herannya dia kok ya nggak ngajak gw mampir ke sini, padahal kita ngelewatin, akhirnya gw beli di arport karena penasaran.
Tekstur dan rasanya mirip roti mari, hanya aja bentuknya segiempat kira-kira sebesar crackers jacobs tapi lebih tebal.
Kalo dimakan rasanya mirip biskuit mari cuman nggak terlalu ‘milky’ or ‘buttery’ seperti mari. Sepertinya biskuit gabin pakai putih telur cukup banyak karena teksturnya bisa airy begitu. Gw beli Gabin Keju dan rasa kejunya lumayan nendang walopun nggak terlalu asin sehingga nggak nutupin rasa asli biskuitnya yang manis cenderung tawar. Gw suka biskuit ini, tapi sebaiknya ngga makan biskuit ini sambil nonton TV karena tau-tau bisa abis banyak, hehehe.

Amplang
Krupuk kuku macan. Udah pada familiar kali yah, bentuknya kayak huruf koma ukuran besar, warnanya coklat. Dibuat dari ikan (bahasanya sih Ikan Pipih, tapi gw nggak tau, ikan pipih itu ikan belida atau ikan gabus), tapioka, telur dan bumbu lain. Biasanya dicampur sama irisan bawang putih goreng. Kemaren ada temen gw yang bawa, irisan bawang putihya lebih banyak dan rasa kerupuknya uga lebih gurih, sedangkan yag gw beli ini lebih tawar. Tapi Amplang in enak diapain aja, buat temen makan nasi (keringan), makanan berkuah (dicemplungin) atau digadoin begitu aja atau dicocol sambel (bisa lupa mertua).

BERKATI JANDA-JANDA DAN YATIM PIATU, BAIK DI DARAT, LAUT MAUPUN UDARA

Perjalanan gw kemarin ke Balikpapan – Samarinda lumayan berkesan karena selain kota-kota ini belum pernah gw datengin sebelumnya, juga karena gw berkesempatan ketemu sodara-sodara yang udah lama ngga ketemu.

Sodara gw ini biasa gw panggil Mami Lan dan keluarganya. Beliau ini adalah kakaknya Mama gw. Beliau menikah sama Papi Rudy Tumbel dan punya 3 anak, Cie Reni, Chris dan Revi.
Mereka berdua suami istri adalah pendeta di Gereja Pantekosta di Indonesia (GpdI) yang udah beberapa kali dipindahtugaskan untuk merintis pelayanan baru.

Tempat tugas mereka yang gw tau ada 3, yang pertama di Panarukan-Situbondo di Jawa Timur. Gw ngga pernah kesana, tapi cukup sering denger nama tempat ini disebut waktu gw masih kecil karena almarhumah Oma gw sering kesana, dan gw juga sering dapet kiriman mangga dari Mami Lan sewaktu mereka masih tinggal di sana.

Dari Situbondo, mereka dipindah ke Pare – Kediri. Gw pernah dateng kesini 2 kali, yang pertama waktu gw masih kelas 5 SD. Yang ke 2 waktu gw kelas 2 SMP. Waktu itu sekalian gw ikut Youth Camp di Sekolah Alkitab Batu yang diadain tiap liburan sekolah. Gw malah sempet dapet beberapa temen akrab di sana, namanya Joice dan Cynthia.
Di Pare ini mereka lumayan lama juga, bahkan gereja dan pastori tempat mereka tugas udah sampai direnovasi jadi bagus banget sebelum mereka akhirnya dipindahkan ke Samarinda pada tahun 1993.

Setelah mereka pindah ke Samarinda, kayaknya sih gw sempet juga ketemu mereka sekali atau dua kali pas mereka dateng ke Jawa, tapi gw agak lupa juga. Nggak nyangka akhirnya gw dapat kesempatan untuk ke Samarinda dan ngunjungin mereka di ‘habitat’ nya.
Seperti umumnya pendeta lain, tempat tinggal mereka, yang disebut PASTORI, lokasinya deket gereja, biasanya kalau nggak di samping atau di belakang gereja.

Di rumah Mami dan Papi selalu ada banyak orang. Karena mereka pendeta senior yang sudah punya sidang jemaat sendiri, setiap kali selalu ada banyak siswa-siswa sekolah alkitab yang tugas praktek disitu. Mereka ini biasanya membantu pelayanan, misalnya pelayanan kebaktian di cabang-cabang, membesuk jemaat-jemaat yang sakit atau perlu di tengok, memimpin kebaktian keliling d rumah-rumah bahkan kadang-kadang mereka difasilitasi kalau ingin merintis membuka gereja baru di daerah-daerah terpencil yang mungkin belum terjangkau oleh gereja besar.

Sebelum ke tempat mereka, kami mampir dulu beli sarapan untuk dimakan di rumah. Ada salah satu kebiasaan yang tetap dipertahankan disini, yaitu makan bersama-sama di meja, diawali dengan doa bersama. Makanya di rumah Papi selalu ada meja makan panjang. Bahkan kadang-kadang, kita makan tuh bergantian sampai 3 ronde karena disana nggak ada tuh stilah makan sendiri-sendiri sambil nonton TV masing-masing, kecuali kalau pada saat jam makan itu kita lagi nggak di rumah. Bahkan ketika makan di luar, kebiasaan doa bersama (say Grace) itu pun masih dijalankan. Gw inget banget, seak kecil gw paling tegng kalo pas doa bersama ini karena takut disuruh berdoa. Entah kenapa, gw nggak nyaman aja kalau harus mengucapkan doa keras-keras. Apalagi kalo pas rame-rame, dimana semua orang bisa mendengar (dan menilai) kalimat-kalimat yang kita ucapkan.

Nah waktu kita berdoa makan itu, ada satu kalimat yang seolah-olah transporting me back to the past, yaitu ketika Mami mengucapkan “Berkatilah janda-janda dan yatim piatu”. Kalimat ini sudah lamaaaaaaaaa banget nggak gw dengar. Tapi waktu gw kecil dulu, ini adalah kalimat yang sangat akrab di telingaku karena hampir setiap doa makan, kalimat ini selalu diucapkan. Doa makan kami secara garis besar memang dibagi jadi 3:
Bagian pertama, megucap syukur untuk makanan yang dihidangkan
Bagian kedua, mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang sudah menyiapkan makanan ini dan minta Tuhan memberkati mereka
Bagian ketiga, berdoa supaya orang-orang lain bisa merasakan berkat seperti yang kita rasakan, termasuk diantaranya.., para janda-anda dan yatim piatu itu tadi, yang bisa dijuga diartikan sebagai orang-orang yang tidak mampu atau kaum dhuafa.

Selain waktu makan, doa bersama kalau kita mau melakukan perjalanan, terutama perjalanan jauh. Nah, waktu gw mau diantar ke Balikpapan untuk naik pesawat ke Jakarta Mami memimpin doa dan mengucapkan satu kalimat lagi yaitu “lindungilah perjalanan kami baik di darat, laut maupun udara.”
Begitu mendengar kalimat itu, rasanya aku jadi sentimentil karena teringat-ingat waktu aku masih kecil.
Padahal, doa syafaat itu kan yang mengucapkan bisa siapa saja, tapi entah kenapa, di lingkungan gereja Pantekosta, dua kalimat itu selalu muncul di setiap doa makan dan doa perjalanan dan ternyata kalimat-kalimat sederhana itu meninggalkan kesan yang mendalam buat gw.

Tuesday, February 19, 2008

KE LUAR JAWA

Belon lama ini, kantor gw dapet project untuk ngerjain roadshownya AHM ke 19 kota, nama projectnya Honda Fiesta.
Walopun diadainnya d 19 kota, gw nggak ngikut ke semua kota karena kita punya beberapa tim yang ngerjain kerjaan ini. Antara lain kita dibantuin juga sama tim Trapessium Surabaya. Jadi yang dikirim ke kota-kota itu ya ganti-gantian. Selain biar ngga kecapekan, juga mempertimbangkan budget buat transportasi en akomodasi.

Kota yang pertama jadi tempatnya Honda Fiesta adalah Denpasar dan waktu itu gw ikut. Kota berikutnya Semarang en gw ikut juga.
Nah di kota-kota slanjutnya tuh gw ngga ikut, padahal kita tuh ke Surabaya, Jogja, en…, ini yang bikin sirik …Makassar!!! (pengeeeeeeeeeeeeennnnnnnnnnnnn),
Tapi ternyata, Tuhan emang masih sayang ama gw, karena event di Makassar itu diadainnya pas Jakarta kena ujan yang nggak berenti-berenti berhari-hari en jalanan ke bandara kena banjir. Temen gw yang berangkat ke Makassar malah kejebak di jalan tol, dan setelah nyampe bandara ternyata kena delay yang ngga tanggung-tanggung. Pesawat yang tadinya mau berangkat jam 12 siang, mundur ngga teratur jadi jam 2 pagi aja loh!!! Udah gitu, paginya malah gw baca di detik ternyata Makassar kena badai.
Dan menurut cerita temen-temen gw, tenda-tenda yang dipasang disana tuh pada roboh dan cukup bikin stress karena event hari kedua harus di stop sampe jam 4 sore untuk set ulang tenda.

Nah, setelah Makassar, kota berikutnya tuh Samarinda dan Pontianak. Tadinya, jadwal gw tuh ke Pontianak, yaitu tanggal 23 Februari. Padahal, gw kan sidang skripsi hari itu!!! Sedangkan yang dijadwalin ke Samarinda tanggal 16 ini justru Meizal, padahal gw pengen banget ke Samarinda karena gw punya sodara disini. Akhirnya setelah ngobrol sama Meizal, ternyata dia mau tuh tukeran sama gw. Gw berangkat rada was-was juga, karena gw kan harus sidang minggu depan, dan udah pengan ngga jadi aja. Tapi, gw inget nih kata temen gw yang pengarang kriwul itu, yaitu: Life is too short to delay stuff! Iyalah, kapan lagi gw ke Samarinda.., besok-besok belom tentu ada event kayak gini lagi. Jadi gw bisa sekalian ketemu kerja, sekaligus nengokin keluarga yang udah lamaaaaaaaaaaa ngga ketemu.
Rencana gw berangkat adalah tanggal 15 Februari 2008, naek Garuda GA 512 tujuan Balikpapan, schedule-nya sih jam 9.40. Tanggal 14 nya tuh gw masih sibuk mberes-mberesin skripsi gw dan baru pulang kantor jam 1 an. Gw belom packing en waktu nyampe ke kos tuh gw capeeeeeeeee pisan sampe gw ngga sadar tau-tau udah tidur aja sampe pagi padahal gw udah niat mau packing dulu sebelon tidur.
Akhirnya gw justru bangun jam 6, dan untungnya gw langsung inget kalo gw harus berangkat hari itu en beberes.
Beneran aja pas berangkatnya taksi gw tuh harus balik sampe 2 kali karena setelah ngambil barng yang kelupaan, gw bar inget kalo hp gw tuh masi di tas kerja. Untung belom jauh.

Gw nyampe di bandara jam 8.30 en kita berangkat en nyampe on time. Waktu kita udah nyampe di langit di atas Kalimantan, gw liat pemandangan luar biasa d bawah, yaitu sungai yang gede banget dan berkelok-kelok luar biasa, kayak ular gurun lagi slithering diatas sanddunes gitu deh. Terus dari atas juga keliata aliran sungai yang ketemu dari hulu dan hilir dan di muara itu dua warna air bertemu, yang bening dan yang coklat. Trus dibawah juga keliatan awan-awan mengapung rendah yang bentuknya seperti serabut neuron dengan benang-benang halus. Seumur-umur sih gw belon pernah liat sungai sebesar itu keliatan dari atas langit. Yang biasa gw liat tuh aliran sungainya kecil-kecil banget dibandingin dengan yang gw liat di Kalimantan ini. Terus gw juga ngeliat kalo dataran tuh kayaknya luaaaaaaaaaaaassssss banget, gw jadi semakin merasa…, Kalimantan tuh pulaunya gede banget yah…. Jawa mah ngga ada apa-apanya.

Penerbangan dari Jakarta ke Balikpapan lumayan lama, hampir 2 jam dan gw ngabisin waktu di pesawat dengan baca bukunya Nh. Dini – Jepun Negerinya Hiroko. Kita sampe di bandara Sepinggan sesuai jadwal dan dijemput sama Pak Khamid yang mobilnya kita sewa untuk nganter-nganterin kita selama di Samarinda.
Tujuan pertama kita adalah nyari kaset mini DV karena Kenni mo ngerekam perjalanan kita, jadi kita ke salah satu mal di Balikpapan yang letaknya di pinggir laut. Begitu kita keluar dari mobil, kita langsung mencium bau laut yang segarrrrr banget setelah setiap hari kita dikerekepin udara AC. Setelah itu kita langsung cabut ke Samarinda yang harus ditempuh 2 jam perjalanan naik mobil ngelewatin hutan-hutan (ada yang namanya Hutan Soeharto tuh, pasti dinamainnya waktu aman Orde Baru…)
Seru deh rasanya ada di hutan-hutan gitu, suara monyet, jangkrik dan binatang-binatang lain yang masih kedengeran sahut-sahutan.
Selama perjalanan gw ngantuuuuuk banget karena beberapa hari tidur gw sama sekali ngga teratur.

Begitu masuk Samarinda, kita nyebrang jembatan yang ngelintasin Sungai Mahakam, dan sungainya tuh gedeeeee banget, kapal-kapal besar melintas dan dari permukaan keliatan deh sungai itu arusnya deres banget, gimana arus dalemnya yah? Pasti lebih deres lagi dan mungkin aja masih banyak buaya disitu!
Gw langsung nelepon sodara gw yang udah lama tinggal disana dan janjian untuk ketemu makan malem.

Begitu kita nyampe Samarinda, temen gw Lidia bilang bahwa hal pertama yang pengen dia lakuin tuh makan soto banjar, jadi kita langsung ke Soto Banjar Amado untuk makan disana.
Pas kita lagi duduk-duduk sambil nunggu pesenan dateng, baru gw nyadar dan gw bilang sama temen-temen gw, “Gw baru sadar ya, baru kali ini gw ke luar Jawa selaen ke Bali.”
Temen-temen gw pun memandang gw dengan pandangan iba sambil komentar, “Ya ampyuuuun, kasian deh loe…”