Friday, October 24, 2008

Karimun Jawa – Day 1

Keikut sertaan saya dalam trip karimun Jawa yang diadakan jejakkaki diambil berdasarkan impuls. Setelah 2 minggu melihat pengumuman wira-wiri di milis, saya pikir pasti peserta sudah penuh. Bermula dari keisengan menelpon Santos, tiba-tiba saya sudah memegang bukti pelunasan pembayaran untuk perjalanan tersebut. Sejak itu, setiap hari adalah penantian yang panjang.



Walaupun cukup santai ketika berkemas, pada hari keberangkatan, tak urung saya deg-degan juga. Ketika kita diburu waktu untuk melakukan sesuatu memang rasanya penghalang sekecil apapun bisa sangat menjengkelkan. Peserta dijadwalkan berkumpul pukul 6 sore di Terminal Rawamangun, dan saya merencanakan pulang dari kantor pukul 4, agar ada waktu bersiap-siap dan mandi dulu. Rencana tinggal rencana, waktu yang saya tentukan sudah lewat tapi meeting belum berakhir dan klien saya secara ajaib menemukan hal-hal baru untuk dibicarakan. Saya pulang dengan terburu-buru, mandi pun dilakukan kilat. Untunglah semua bawaan sudah disiapkan sehingga pada perjalanan kali ini tidak ada satu barangpun yang tertinggal.



Saya janji untuk bertemu di Gedung BNI dan berangkat bersama teman yang baru saya kenal Adri, ke Terminal Rawamangun.



Hari mulai gelap, jalanan mulai padat dan hujan rintik-rintik mulai turun. Pikiran saya dipenuhi kegelisahan dan penasaran akan banyak hal. Ketika kami tiba, ternyata sudah banyak teman-teman yang berkumpul di terminal, dan ketika kami menaiki bis, diluar dugaan ternyata hampir semua bangku sudah terisi penuh. Saya dan Adrie duduk di bangku paling belakang di lajur kiri.

Setelah peserta terakhir Djony, datang, bis Shantika yang resminya bertrayek Jepara – Jakarta berangkat lebih awal setengah jam dari waktu yang ditentukan. Ini adalah sebuah awal yang baik, dan saya memiliki firasat bahwa perjalanan ini akan menyenangkan.



Suasana menyenangkan yang terbangun sejak awal ini membuat hati saya tetap ringan walaupun tempat duduk di bis kurang nyaman. Sebelah kaki saya sakit akibat posisi duduk yang canggung, tapi ajaibnya saya tetap tidur nyenyak, padahal biasanya saya sulit tidur dalam perjalanan meskipun untuk jarak jauh. Tetapi saat itu memang suasana dalam bis terasa senyap, setidaknya dari tempat saya duduk, mungkin karena kami belum saling mengenal.

Secara umum perjalanan cukup lancar, kepadatan yang terjadi di satu dua titik bukanlah sesuatu yang tidak wajar dan tidak menyebabkan keterlambatan dalam perjalanan kami.

Pukul 21.45 kami tiba di rumah makan Taman Sari yang terletak di daerah Pamanukan. Dan yang pertama-tama dilakukan para wanita adalah antri ke toilet, walaupun kebersihan kamar mandi cukup memprihatinkan, tapi sepertinya tempat pemberhentian ditentukan oleh jasa penyelenggara angkutan sehingga kami hanya bisa terima saja. Tapi jika boleh memberi masukan, di sepanjang rute Ciasem – Pamanukan, banyak terdapat rumah-rumah makan yang namanya selalu identik dengan nama wanita. Dari Vicky sampai Lastri semua ada, tetapi yang terbanyak adalah rumah makan dengan judul Ragil atau Ligar, kebalikan dari Ragil. Rumah-rumah makan itu merupakan tujuan perhentian dari truk-truk pengangkut barang yang melintas di sepanjang jalur pantura. Tapi tidak semua warung itu merangkap sebagai warung lampu merah, banyak diantaranya yang menyajikan menu-menu yang enak, murah dan fasilitas kamar mandi yang sangat bersih, pengunjungnya pun bukan melulu supir truk, warga biasa juga banyak. Salah satunya adalah rumah makan Nicki. Pengetahuan ini saya dapatkan setelah beberapa kali ikut truk pengangkut barang dari gudang di Karawang ke tempat ayah saya bekerja di Pekalongan dulu.

Sambil menunggu, saya menggunakan waktu untuk berkenalan dengan peserta lain. Bulan muncul walaupun belum penuh. Langit malam dipenuhi kelelawar yang berkelebat dari arah pepohonan di samping lahan parkir.



Bis melanjutkan perjalanan dan ketika saya dibangunkan ternyata hari sudah pagi. Berarti saya benar-benar tidur lelap karena tak terasa bis sudah sampai di rumah makan Bukit Indah yang terletak di Gringsing. Kami sengaja berhenti agak lama disini karena jarak ke Semarang sudah dekat sedangkan hari masih sangat dini, sementara kapal baru akan bertolak pukul 9. Lagi-lagi kami ke kamar mandi, dan kali inipun kamar mandi kurang bersih. Bahkan di seluruh penjuru tempat menguar aroma kurang sedap yang saya perkirakan berasal dari kandang ayam entah dimana. Ketika saya sedang di kamar mandi, saya melihat stiker bermerk Sweet Love. Saya ingat sekali, ini adalah merk celana dalam wanita yang sudah ada sejak dulu, salah satu barang dagangan paling laris di toko milik nenek saya yang sekarang sudah almarhum (tokonya). Celana dalam merk Sweet Love ini terbuat dari bahan katun elastis yang nyaman, tapi jauh dari modis karena berpinggang tinggi menutup pusar dan bermodel gombor, tidak seksi sama sekali, apalagi stiker yang tertempel disitu size-nya LLL. Saya geli sendiri karena teringat masa-masa kecil dulu, melipat-lipat barang dagangan berbagai warna dan ukuran adalah tugas wajib saya setiap kali nenek saya selesai kulakan. Tak disangka merk yang satu itu masih tetap eksis sampai berpuluh-puluh tahun kemudian tanpa banyak promosi.

Dua rumah makan yang kami sambangi saya perhatikan memiliki kesamaan, yaitu, semua pegawainya memakai seragam yang mirip, bermotif batik geometris berbentuk belah ketupat. Di Pamanukan warna seragamnya hijau, sedangkan di Gringsing biru.

Setelah hari cukup terang kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home